Usaha pembesaran ikan sidat belum banyak
dilakukan di Indonesia walaupun masih bersifat hobies atau skala uji
coba. Hal ini karena masih kurangnya informasi mengenai teknik
pembesaran, ketersediaan benih dan harga pasar yang jelas baik dalam
maupun luar negeri. Ikan Sidat (Anguilla sp.) mempunyai nama yang
beragam di Indonesia. Beberapa diantaranya seperti di Jawa Tengah dan
Jawa Timur orang lebih mengenalnya dengan sebutan pelus, di Jawa Barat dikenal dengan sebutan moa, Sulawesi Utara menyebutnya dengan sogili dan di Poso dikenal dengan masapi. Sedangkan di pasaran dunia lebih dikenal dengan sebutan eel.
Akhir-akhir ini usaha pemeliharaan sidat kembali timbul dikalangan
pembudidaya ikan. Usaha pemeliharaan sidat, baik yang dilakukan secara
ekstensif maupun intensif mulai bermunculan di beberapa daerah. Potensi
Indonesia dalam usaha pemeliharaan sidat cukup baik karena :
- Indonesia memiliki potensi elver cukup besar untuk memenuhi kebutuhan benih sidat.
- Kondisi tanah yang luas dan memenuhi syarat.
- Kualitas dan kuantitas air yang cocok untuk pemeliharaan sidat.
- Kondisi lingkungan yang menunjang.
- Bahan baku pakan yang dapat tersedia dalam jumlah besar dan dengan harga relatif murah.
Sumber elver di Indonesia dapat dijumpai
terutama di perairan sebelah Barat dan perairan sebelah Timur wilayah
Indonesia termasuk Sulawesi. Potensi elver ini belum dimanfaatkan secara
maksimal oleh pembudidaya ikan sehingga banyak peluang yang tidak
termanfaatkan. Jenis sidat yang telah dikenal berkisar antara 350 jenis
yang sebagian besar menyukai habitat laut. Tubuhnya yang panjang
seperti ular dan licin memungkinkan sidat untuk berenang di tempat
sempit atau lubang didalam kolam. Sebagai hewan nokturnal, sidat aktif
pada malam hari sedangkan pada siang hari biasanya beristirahat.
Beberapa jenis sidat merupakan hewan pemangsa ganas yang mempunyai gigi
kokoh dan tidak suka melepaskan mangsa yang telah digigitnya.
Pasokan air yang memenuhi syarat sangat
penting dalam usaha pemeliharaan sidat. Temperatur lingkungan yang
relatif tinggi sangat sesuai dengan kebutuhan sidat. Fluktuasi suhu yang
relatif rendah antara siang dan malam hari merupakan keuntungan lain
bagi Indonesia dalam usaha pemeliharaan sidat. Larva sidat mempunyai
daya tahan yang rendah terhadap perubahan kondisi lingkungan perairan.
Dengan demikian, perubahan kualitas lingkungan yang terjadi secara
tiba-tiba sering menimbulkan kematian larva sidat secara massal.
Setibanya di pantai, elver akan bermigrasi ke perairan tawar menuju
waduk, hulu sungai, kolam dan perairan tawar lainnya. Perjalanan larva
sidat untuk mencapai perairan tawar dilakukan dengan menggunakan tenaga
pasang naik. Pada saat air sedang surut, larva sidat biasanya akan
segera membenamkan diri ke dalam lumpur di dasar sungai atau mencari
tempat teduh sambil menanti air pasang kembali.
Selama hidup di perairan tawar, sidat
lebih menyukai hidup pada habitat yang banyak batunya. Batu ini
digunakan oleh sidat sebagai tempat berlindung, terutama dari terik
matahari. Selain itu, sidat juga sering dijumpai hidup di lubang-lubang
gelap atau membenamkan dirinya ke dalam lumpur di dasar perairan. Oleh
karena itu, untuk kegiatan pembesaran elver di dalam kolam kondisi air
kolam harus tetap dijaga agar sesuai dengan kebutuhan dari elver itu
sendiri.
Ikan sidat mempunyai sifat katadromus
yakni melakukan ruaya mijah ke laut dan anak-anak sidat melakukan ruaya
kembali untuk tumbuh dewasa di perairan tawar. Ruaya merupakan bagian
terpenting dalam siklus hidup ikan sidat untuk kelangsungan proses
regenerasi. Pemutusan salah satu mata rantai siklus ini dapat
mengakibatkan punahnya sumberdaya sidat di alam karena pemijahan hanya
terjadi sekali dalam hidupnya. Perubahan pengelolaan sumberdaya
perikanan dari pola perikanan tangkap menuju perikanan budidaya
merupakan salah satu alternatif untuk melindungi sumberdaya ini dari
kepunahan. Tingginya harga jual ikan sidat dan luasnya daerah pemasaran
ikan sidat serta cukup tersedianya benih diperairan Indonesia baik
elver maupun juvenil, memungkinkan Indonesia menjadi produsen ikan
sidat.
Biologi Ikan Sidat (Anguilla sp.)
Bleeker dalam Liviawaty dan Afrianto (1998), mengatakan bahwa ikan sidat mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Class : Pisces
Ordo : Apodes
Famili : Anguillidae
Genus : Anguilla
Spesies : Anguilla sp.
Ikan sidat betina lebih menyukai perairan
estuaria, danau dan sungai-sungai besar yang produktif, sedangkan ikan
sidat jantan menghuni perairan berarus deras dengan produktifitas
perairan yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan
produktifitas suatu perairan dapat mempengaruhi distribusi jenis kelamin
dan rasio kelamin ikan sidat. Perubahan produktifitas juga sering
dihubungkan dengan perubahan pertumbuhan dan fekunditas pada ikan
(EIFAC/ICES, 2000). Helfman et al. (1997) mengatakan bahwa ikan sidat jantan tumbuh tidak lebih dari 44 cm dan matang gonad setelah berumur 3-10 tahun.
Anguilla sp. tergolong gonokhoris
yang tidak berdiferensiasi, yaitu kondisi seksual berganda yang
keadaannya tidak stabil dan dapat terjadi intersex yang spontan
(Effendi, 2000). Ikan sidat termasuk dalam kategori ikan katadromus,
ikan sidat dewasa akan melakukan migrasi kelaut untuk melakukan
pemijahan, sedangkan anakan ikan sidat hasil pemijahan akan kembali lagi
ke perairan tawar hingga mencapai dewasa. Stadia perkembangan ikan
sidat baik tropik maupun subtropik (temperate) umumnya sama,
yaitu stadia leptochephalus, stadia metamorphosis, stadia glass eel atau
elver, yellow eel dan silver eel (sidat dewasa atau matang gonad).
Setelah tumbuh dan berkembang di perairan tawar, sidat dewasa (yellow
eel) akan berubah menjadi silver eel (sidat matang gonad), dan
selanjutnya akan bermigrasi ke laut untuk berpijah. Lokasi pemijahan
sidat tropis diduga berada di perairan Samudra Indonesia, tepatnya di
perairan barat pulau Sumatera (Setiawan et al., 2003).
Juvenil ikan sidat hidup selama beberapa tahun di sungai-sungai dan danau untuk melengkapi siklus reproduksinya (Helfman et al,
1997). Selama melakukan ruaya pemijahan, induk sidat mengalami
percepatan pematangan gonad dari tekanan hidrostatik air laut,
kematangan gonad maksimal dicapai pada saat induk mencapai daerah
pemijahan. Proses pemijahan berlangsung pada kedalaman 400 m, induk
sidat mati setelah proses pemijahan (Elie, P., 1979 dalam Budimawan, 2003).
Waktu berpijah sidat di perairan Samudra
Hindia berlangsung sepanjang tahun dengan puncak pemijahan terjadi pada
bulan Mei dan Desember untuk Anguilla bicolor, Oktober untuk Anguilla marmorata, dan Mei untuk Anguilla nebulosa (Setiawan et al., 2003). Di perairan Segara Anakan, Anguilla bicolor dapat ditemukan pada bulan September dan Oktober, dengan kelimpahan tertinggi pada bulan September (Setijanto et al., 2003).
Makanan utama larva sidat adalah
plankton, sedangkan sidat dewasa menyukai cacing, serangga, moluska,
udang dan ikan lain. Sidat dapat diberi pakan buatan ketika
dibudidayakan (Liviawaty dan Afrianto, 1998). Tanaka et al.,
(2001) mengatakan bahwa pakan terbaik untuk sidat pada stadia
preleptochepali adalah tepung telur ikan hiu, dengan pakan ini sidat
stadia preleptochepali mampu bertahan hidup hingga mencapai stadia
leptochepali.
Kedatangan juvenil sidat di estuaria
dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, terutama salinitas, debit
air sungai dan suhu. Elver yang sedang beruaya anadromous menunjukkan
kadar thyroid hyperaktif yang tinggi, sehingga bersifat reotropis
(ruaya melawan arus). Elver juga bersifat haphobi (menghindari massa
air bersalinitas tinggi) sehingga memungkinkan ruaya melawan arus ke
arah datangnya air tawar (Budimawan, 2003). Aktivitas sidat akan
meningkat pada malam hari, sehingga jumlah elver yang tertangkap pada
malam hari lebih banyak daripada yang tertangkap pada siang hari
(Setijanto et al., 2003). Hasil penelitian Sriati (2003), di
muara sungai Cimandiri menunjukkan bahwa elver cenderung memilih habitat
yang memiliki salinitas rendah dengan turbiditas tinggi. Salinitas dan
turbiditas merupakan parameter yang paling berpengaruh terhadap
kelimpahan. Kelimpahan elver yang paling tinggi terjadi pada saat bulan
gelap. Ikan sidat mampu beradaptasi pada kisaran suhu 120C-310C, sidat mengalami peurunan nafsu makan pada suhu lebih rendah dari 120C.
Salinitas yang bisa ditoleransi berkisar 0-35 ppm. Sidat mempunyai
kemampuan mengambil oksigen langsung dari udara dan mampu bernapas
melalui kulit diseluruh tubuhnya (Liviawaty dan Afrianto, 1998).
Siklus Hidup Sidat
Siklus hidup sidat cukup rumit. Sidat
yang bersifat katadrom mulai kehidupannya dari lautan dalam. Lautan yang
digunakan sebagai daerah pemijahan (spawning ground) umumnya
mempunyai kedalaman lebih dari 3000m. Sedangkan aktivitas pemijahan
berlangsung di lapisan air dengan kedalaman 400m – 500m dibawah
permukaan air. Kondisi lingkungan pada lapisan tersebut sangat menunjang
aktivitas pemijahan dan penetasan telur karena memiliki temperatur 160C-170C dan salinitasnya mencapai 350/00.
Induk sidat yang telah melakukan
pemijahan akan menghasilkan telur. Telur yang telah dibuahi akan menetas
dalam waktu satu hingga sepuluh hari dan berubah menjadi larva sidat
yang dikenal dengan leptochephalus. Larva sidat bersifat pasif dalam
mencari makanan dan cenderung hanya mengambil makanan yang ada di
sekitarnya. Leptochephalus secara berangsur-angsur akan menuju ke
permukaan air sesuai dengan perkembangan tubuhnya. Larva tersebut akan
bergerombol menuju ke lapisan air yang dangkal karena terbawa oleh arus
permukaan laut menuju ke perairan tawar. Selama dalam perjalanan menuju
ke perairan tawar, leptochephalus mengalami perubahan bentuk. Setelah di
perairan pantai, leptochephalus biasanya telah berubah menjadi elver
(sidat kecil). Elver akan hidup di perairan tawar hingga menjadi dewasa
dan matang kelamin. Pasangan induk sidat yang telah matang kelamin akan
berusaha memijah ke laut.
Pakan Sidat
Sidat yang dipelihara dapat diberi pakan
buatan atau ikan mentah. Pakan buatan lebih disukai oleh pembudidaya
sidat sebab dapat memberikan nilai konversi pakan 1,4 dibandingkan
dengan pakan alami berupa ikan mentah yang hanya memberikan nilai
konversi 7. Besarnya perbedaan nilai konversi ini disebabkan oleh produk
pakan buatan lebih kering daripada ikan mentah. Rasio konversi pakan
akan meningkat apabila suhu lingkungan meningkat atau apabila sidat yang
dipelihara makin dewasa.
Kualitas Air
Air untuk mengisi kolam harus memiliki
kualitas yang baik agar pertumbuhan sidat yang dipelihara dapat
maksimal. Kemampuan mempertahankan kualitas air merupakan hal penting
untuk keberhasilan pemeliharaan. Penggunaan air untuk pemeliharaan
sebaiknya berasal dari mata air, sebab kualitas air tersebut memenuhi
syarat untuk digunakan dalam budidaya sidat.
Kelemahan dari sumber air tersebut adalah
kandungan oksigen dan bahan-bahan organik yang terlarut relatif rendah
sehingga perlu dibiarkan selama beberapa saat di udara terbuka dengan
aerasi atau pengadukan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut,
sedangkan untuk kestabilannya di dalam air dapat dipertahankan dengan
aerasi. Kandungan bahan organik yang rendah dapat ditingkatkan dengan
cara diberi pupuk atau pakan tambahan.
Penyediaan Benih
Penyediaan benih sidat (Elver) di BBAT
Tatelu masih mengandalkan tangkapan dari alam. Elver muda (Glass eel)
ditangkap dengan menggunakan jaring sorong dan alat ini bersifat aktif.
Penangkapan elver muda di alam dilakukan pada saat puncak bulan mati,
biasanya penangkapan pada malam hari antata jam 12 malam – 5 pagi.
Peralatan yang digunakan dalam proses penangkapan meliputi: lampu
petromak, senter, wadah penampungan, dan jaring seser.
Proses penangkapan elver biasanya
dilakukan di muara – muara sungai. Elver akan masuk ke dalam sungai
bersamaan dengan masuknya air pasang dari laut, pada saat tersebut
dengan dibantu penarangan lampu petromak elver yang masuk dari laut
ditangkap dengan jaring sorong. Elver hasil tangkapan ditampung dalam
wadah penampungan yang terbuat dari happa ukuran 2 x 3 x 1 m dengan
mesize 1mm. Elver kemudian dibersihkan dari campuran sampah, anak
kepiting dan udang. Banyaknya elver yang tertangkap tergantung dari
banyaknya elver yang memasuki muara sungai, biasaya musim penangkapan
elver terbesar pada bulan Mei – Oktober setiap tahunnya. Jumlah
tangkapan biasanya dapat mencapai 100 – 500 kg. Lokasi penangkapan
elver di Sulawesi Utara sementara ini meliputi muara Sungai Amurang,
Sungai Poigar dan Sungai Inobonto. Elver hasil tangkapan segera diangkut
ketempat budidaya, elver diangkut melalui darat dengan menggunakan
mobil. Elver diangkut secara tertutup dengan cara dimasukkan dalam
kantong plastik yang diberi air dan oksigen, kantong plastik diikat dan
dibungkus karung. Jumlah elver pada setiap kantong dengan lama
pengangkutan 4 – 6 jam sebanyak 1 – 1,5 kg atau 5000 – 7500
ekor/kantong.
Sumber Air
Sumber air yang digunakan di Balai
Budidaya Air Tawar Tatelu dalam pembesaran elver di indoor hatchery
adalah air tawar dari mata air resapan gunung klabat dengan parameter
kualitas air sebagai berikut: suhu air berkisar antara 22 – 26°C, pH air
berkisar antara 6 – 7.5, dan oksigen terlarut 6 – 7 ppm.
Pakan
Dalam kegiatan pembesaran elver didalam
indoor hatchery ada dua jenis pakan yang digunakan, yaitu pakan pada
stadia awal pemeliharaan berupa cacing darah dalam bentuk beku atau frozen blood worm
dan pakan pellet berbentuk pasta dengan kandungan nutrisinya sudah
diperkaya. Blood worm atau cacing darah adalah larva serangga golongan Chironomus. Oleh
karena itu, meskipun disebut sebagai cacing, binatang ini sama sekali
bukan golongan cacing-cacingan tetapi serangga. Nyamuk Chironomus
tidak menggigit dan kerap dijumpai di perairan bebas dengan dasar
berlumpur atau berpasir sangat halus yang kaya akan bahan organik. Fase
makan dari serangga ini terdapat pada fase larvanya, sedangkan bentuk
dewasanya, sebagai nyamuk yang tidak menggigit, hanya berperan untuk
kawin kemudian bertelur dan mati. 90% bagian tubuh bloodworm adalah air
dan sisanya, 10%, terdiri dari bahan padatan. Dari 10% bahan padatan
ini 62.5% adalah protein, 10% lemak, dan sisanya lain-lain.
Dengan kandungan nutrisi yang kaya protein, bloodworm merupakan salah satu pakan ikan yang disukai. Dalam blantika ikan hias, bloodworm
telah digunakan sebagai pakan ikan sejak tahun 1930-an. Pada umumnya
bloodworm dipanen dari alam. Oleh karena itu, ketersediaannya sangat
ditentukan oleh kondisi alam. Pada saat kondisi alam tidak memungkinkan
bloodworm untuk dipanen, seperti karena banjir, kemarau berkepanjangan, bloodworm mendadak bisa menjadi langka, dan harganya otomatis akan melambung.
Pakan pellet berbentuk pasta yang
digunakan sebagai makanan lanjutan pembesaran elver dalam indoor
hatchery adalah semula pakan pellet butiran(KRA 3) yang kemudian
dihaluskan menjadi tepung pellet, tepung pellet ini kemudian dicampur
dengan bahan nutrisi lainnya (protein, vitamin dan mineral) ditambah air
bersih secukupnya. Sampai saat ini formulasi pakan pellet berbentuk
pasta yang dibuat merupakan campuran tepung pellet KRA 3, vitamin C, dan
sebagai perekat digunakan tepung tapioka secukupnya.
Teknik Pemeliharaan
Elver hasil tangkapan di alam terlebih
dahulu dikondisikan dengan cara mengadaptasikannya dalam wadah
pemeliharaan selama 2-3 hari, selama proses adaptasi elver tidak diberi
makan, namun kualitas air media budidaya selalu dipertahankan dalam
kondisi baik. Dalam proses ini air media budidaya dikondisikan dengan
suhu air 29- 30°C, proses pengkondisian suhu air dibantu dengan
menggunakan alat pemanas air secara otomatis, salinitas air juga
dipertahankan sampai 3 – 5 ppt dengan cara menambahkan dan melarutkan
NaCl ke dalam media budidaya sebanyak 2 kg per wadah. Selain mengatur
suhu air dan salinitas, media budidaya juga dilengkapi aerator dengan
menambahkan 3-4 titik aerasi pada setiap wadah. Padat tebar elver pada
masa pemeliharaan 1 bulan pertama adalah 5000 – 10.000 ekor/wadah.
Selama proses pengadaptasian di dalam wadah elver yang mati dan
sisa-sisa serasah, pasir dan lumpur serta hewan-hewan air seperti anak
kepiting, udang dan ikan yang ikut tertangkap di angkat/dikeluarkan dari
wadah.
Wadah Pemeliharaan
Wadah pemeliharaan yang digunakan dalam
pendederan dan pembesaran elver didalam indoor hatchery berupa bak
fiberglass bundar kapasitas 1000 liter air dengan kuntruksi sebagai
berikut; tinggi bak 70-80 cm, diameter 1500 cm, bagian dasar bak
berbentuk kerucut, dengan bagian tengah berlobang dengan diameter 2
inch, bagian dalam bak licin sedangkan bagian luarnya agak kasar. Pada
bagian atas bak fiber dibentuk kanopi atau melengkung ke dalam kurang
lebih 7 – 10 cm.
Kontruksi bak fiberglass seperti
diatas sementara ini dapat dikatakan lebih mudah pengelolaannya dalam
pembesaran elver dibandingkan tempat-tempat lain seperti bak persegi
baik fiberglass ataupun bak beton. Kapasitas wadah pemeliharaan 1000
liter air dapat menampung 5.000 – 10.000 ekor pada masa pemeliharaan 1
bulan pertama, 3000 – 5000 ekor untuk masa pemeliharaan setelah 1 bulan.
Jenis pakan dalam masa pemeliharaan ini adalah cacing darah (Chironomus)
yang diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 4 kali sehari sebanyak
80 – 160 gr setiap pemberian makan (320 – 640 gr/hari/wadah). Dalam
proses pemberian pakan ini cacing darah yang beku sebelum diberikan ke
elver terlebih dahulu diiris kecil-kecil menyesuaikan bukaan mulut
elver, pemberian pakan seperti ini dilakukan 7 -10 hari, untuk hari-hari
berikutnya dapat diberikan secara utuh tanpa dipotong/diiris
kecil-kecil, untuk menghindari kontaminasi penyakit cacing darah yang
sudah mencair dapat direndam dalam larutan antiseptik berupa larutan
kunyit selama 15 menit atau dapat pula diseduh/disiram dengan air panas.
Pergantian air media pemeliharaan
dilakukan setiap hari sebanyak 100 % dengan sumber air yang terlebih
dahulu telah disucihamakan, pergantian air dilakukan pada pagi hari
setelah pemberian makan pertama. Pergantian air dilakukan secara
konvensional dengan cara mengisap air media yang kotor dengan
menggunakan slang isap 1 inch sebanyak 3-4 slang isap, slang isap
dibungkus dengan saringan yang terbuat dari pipa paralon 4 inch, apabila
air pada wadah pemeliharaan tinggal sedikit, air bersih segera
dialirkan ke dalam wadah agar air yang kotor yang masih tersisa dapat
terkuras habis.
Dalam masa pemeliharaan 1 bulan ini
kelangsungan hidup elver dapat mencapai diatas 90 % dengan ukuran
berkisar antara 0,2 – 0,3 gr per ekor, sedangkan kebutuhan pakan cacing
darah diperkirakan 3,5 gr per ekor per 1 bulan masa pemeliharaan.
Kegiatan pembesaran elver di dalam indoor hatchery selanjutnya
diteruskan dengan merubah jenis pakan yang diberikan dari cacing darah
ke pakan pellet berbentuk pasta, formulasi pakan dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 1. Formulasi pakan pendederan elver
No
|
Bahan
|
Komposisi Bahan (%)
|
Keterangan
|
1
|
Tepung pellet KRA 3
|
50
|
Butiran halus
|
2
|
Omega protein
|
2
|
- |
3
|
Mineral mix
|
2
|
- |
4
|
Vitamin C
|
1
|
- |
5
|
Tepung kanji
|
5
|
- |
6
|
Air
|
100 – 150
|
Dimasak dengan tepung kanji
|
Sumber : BBAT Tatelu
Dalam kegiatan ini padat tebar elver
dalam bak fiber glass diperkecil menjadi 3000 – 5000 ekor/wadah (1000
liter). Perubahan jenis pakan ini memerlukan kesabaran dan keseriusan
dalam pengelolaannya. Proses perubahan jenis pakan ini terkadang sampai
satu mingguan. Pada proses inilah banyak elver yang tidak dapat
beradaptasi dengan pakan buatan pellet yang berbentuk pasta, elver
menjadi kurus dan kondisinya sangat lemah, dengan kondisi demikian
secara tidak langsung elver tersebut tidak kuat menahan arus air pada
saat pergantian air sehingga elver akan ikut terisap dan menempel pada
saringan air, elver–elver tersebut kemudian dibuang.
Pengadaptasian pakan alami cacing darah
ke pakan buatan pellet berbentuk pasta dilakukan secara perlahan dengan
cara mencampurkan kedua jenis pakan dengan perbandingan pertama 80 %
cacing dan 20% pakan pasta selanjutnya persentasi cacing setiap hari
dikurangi sampai 0 %. Pakan pellet berbentuk pasta diberikan dengan
cara menempelkannya pada dinding wadah pemeliharaan tepat diatas
permukaan air, pada setiap wadah pemeliharaan ditempelkan pakan
berbentuk pasta 2 – 3 bagian pakan atau menempelkannya pada dasar wadah
pemeliharaan. Pemberian pakan berbentuk pasta diberikan sebanyak 150 –
200 gr/wadah (apabila elver masih terlihat mau makan, maka jumlah pakan
yang diberikan dapat ditambahkan) dengan frekuensi pemberian pakan 1
kali sehari yaitu pada pagi hari.
Kegiatan pemeliharaaan dilakukan
selama 1,5 – 2,5 bulan dengan ukuran rataan 1 gr per ekor. Kelangsungan
hidup elver dalam kegiatan ini dapat mencapai 60 %. Untuk mencapai
ukuran yang lebih besar pemeliharaan dapat dilanjutkan dalam wadah fiber
glass dengan padat tebar 3000 ekor selama 4 bulan, dalam masa
pemeliharaan ini pemberian makan hanya dilakukan satu kali dalam sehari
secara adlibitum (sampai kenyang) dan pergantian air juga dilakukan satu
kali dalam sehari (pergantian air dilakukan setelah selesai pemberian
makan), ukuran elver setelah masa pemeliharaan berakhir dapat mencapai
rataan 5 gr/ekor, ukuran ini sudah dapat disebut dengan nama ”sidat
muda”.
Post a Comment
Post a Comment