2020, Indonesia Produksi Pesawat Tempur F-33
Oleh Pamudji Slamet | Rabu, 22 Desember 2010 | 7:06
JAKARTA – Indonesia menargetkan pada
2020 mampu memproduksi pesawat tempur modern F-33. Pemerintah
menggandeng Korea Selatan untuk merealisasikan target tersebut.
“Saat ini, masih dalam tahap research and development. Namun, kami targetkan pada 2020, sudah bisa diproduksi,” ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, saat berkunjung ke kantor redaksi Suara Pembaruan, Jakarta, Selasa (21/12).
“Saat ini, masih dalam tahap research and development. Namun, kami targetkan pada 2020, sudah bisa diproduksi,” ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, saat berkunjung ke kantor redaksi Suara Pembaruan, Jakarta, Selasa (21/12).
Target tersebut merupakan bagian dari
program reformasi industri pertahanan. Pemerintah, kata Purnomo, akan
terus mematangkan dan menyempurnakan industri pertahanan. Salah satu
cara adalah memroduksi sendiri peralatan tempur.
Pesawat tempur modern F-33 diproduksi untuk memenuhi kebutuhan Angkatan Udara. Dalam tahap awal, pesawat yang akan diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia (PT DI) ini, sedang dilakukan penelitian dan pengembangan (litbang). Hasil penelitian dan pengembangan menyebutkan, Indonesia bisa memroduksi pada 2020, atau sepuluh tahun ke depan
Pesawat tempur modern F-33 diproduksi untuk memenuhi kebutuhan Angkatan Udara. Dalam tahap awal, pesawat yang akan diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia (PT DI) ini, sedang dilakukan penelitian dan pengembangan (litbang). Hasil penelitian dan pengembangan menyebutkan, Indonesia bisa memroduksi pada 2020, atau sepuluh tahun ke depan
Pesawat tempur modern F-33 merupakan
generasi terbaru setelah F-16 dan Sukhoi. “Selama belum F-33, kita
menjembataninya dengan F-16 dan Sukhoi,” ujar Menhan. Untuk
merealisasikan target tersebut, Indonesia bekerja sama dengan Korea
Selatan. Kendati demikian, dalam proses produksi, kata Purnomo,
Indonesia tetap memiliki hak paten.
Selain pesawat tempur modern,
reformasi industri pertahanan juga direalisasikan melalui produksi
alutsista di bidang darat dan laut. Di bidang laut, kata Purnomo, PT PAL
sedang menyiapkan kapal selam. Terkait hal itu, beberapa negara, di
antaranya Jerman dan Rusia, telah menawarkan lisensi. Menyikapi tawaran
tersebut, Indonesia menginginkan proses produksi dilakukan di dalam
negeri. “Ini menyangkut penggunaan lokal konten,” ujar Purnomo.
Sedangkan untuk peralatan darat, saat
ini sedang dikembangkan industri pembuatan roket. Selain memperkuat alat
utama system pertahanan (alutsista) nasional, pengembangan industri
pertahanan juga juga berorientasi kepada kemandirian masing-masing
industri.
“Dengan demikian, masing-masing industri bisa menghasilkan devisa,” jelas Purnomo.
Pada bagian lain, Menhan menegaskan, alokasi anggaran pembelian alutsista baru masih terbatas. Dari anggaran Rp 45 triliun yang diterima Kementerian Pertahanan, hanya 30%-nya untuk belanja alutsista. Sebanyak 20% untuk pemeliharaan, sedangkan 50%-nya sebagian besar untuk gaji prajurit. “Ada 460 ribu prajurit,” ujar Menhan.
“Dengan demikian, masing-masing industri bisa menghasilkan devisa,” jelas Purnomo.
Pada bagian lain, Menhan menegaskan, alokasi anggaran pembelian alutsista baru masih terbatas. Dari anggaran Rp 45 triliun yang diterima Kementerian Pertahanan, hanya 30%-nya untuk belanja alutsista. Sebanyak 20% untuk pemeliharaan, sedangkan 50%-nya sebagian besar untuk gaji prajurit. “Ada 460 ribu prajurit,” ujar Menhan.
Sementara itu, mengenai pengamanan
daerah perbatasan, Kemenhan dan TNI mengklasifikasi menjadi pengamanan
perbatasan barat dan timur. Perbatasan barat sebagian besar meliputi
kawasan laut dangkal, sedangkan timur laut dalam. “Di barat, karena
termasuk lautan dangkal, kami tempatkan kapal-kapal yang tak terlalu
besar. Sementara di timur, karena lautnya dalam, ditempatkan kapal-kapal
besar,” paparnya.
Salah satu perbatasan kawasan timur yang dikawal kapal besar adalah Ambalat. Di sini, ditempatkan kapal jenis fregat dan beberapa kapal patroli cepat.
Kapal induk (bahasa Inggris: carrier
vessel, CV) adalah sebutan untuk kapal perang yang memuat pesawat tempur
dalam jumlah besar. Tugasnya adalah memindahkan kekuatan udara kedalam
armada angkatan laut sebagai pendukung operasi operasi angkatan laut.
Selain itu juga digunakan sebagai pusat komando operasi dan sebagai kekuatan detterence atau memberikan efek gentar pada lawan karena kekuatan udara yang dibawanya dalam satu kapal sama dengan jumlah kekuatan armada angkatan udara kebanyakan negara-negara di dunia.
Selain itu juga digunakan sebagai pusat komando operasi dan sebagai kekuatan detterence atau memberikan efek gentar pada lawan karena kekuatan udara yang dibawanya dalam satu kapal sama dengan jumlah kekuatan armada angkatan udara kebanyakan negara-negara di dunia.
Sejarah kapal induk
Kapal induk pertama kali digunakan oleh Angkatan Laut Inggris, namun sampai menjelang perang dunia kedua negara-negara barat termasuk Amerika Serikat masih enggan menggunakannya sebagai kekuatan Angkatan laut utama.
Kapal induk pertama kali digunakan oleh Angkatan Laut Inggris, namun sampai menjelang perang dunia kedua negara-negara barat termasuk Amerika Serikat masih enggan menggunakannya sebagai kekuatan Angkatan laut utama.
Konsep konvensional armada angkatan laut saat itu didominasi oleh Kapal
jelajah berat, Kapal jelajah, Kapal perusak (destroyer) dengan ukuran
meriam yang cukup besar hal ini memang disebabkan bahwa kapal induk
dipandang cukup rentan dan riskan bila digunakan dalam operasi maritim.
Adalah Angkatan Laut Jepang (Kaigun)
yang menggunakan kapal Induk secara efektif pada awal perang dunia II.
Akibat perjanjian maritim antara Inggris Amerika dan Jepang serta
Perancis dan Jerman disepakati rasio tonase 5:5:3:1,5:1,5 untuk USA,
Inggris, Jepang, Perancis dan Jerman membuat jepang mengakalinya dengan
membuat kapal induk ukuran sedang tetapi dilengkapi kekuatan udara yang
mematikan sekalipun menuai kemarahan dari pihak militer sendiri.
Bukti dari rekayasa Jepang adalah serangan atas Pearl Harbour 9 Desember
1941 yang menyadarkan Barat akan fungsi kapal induk yang dapat
melakukan serangan mematikan atas instalasi sasaran lawan. Jepang memang
memiliki 20 lebih kapal induk saat itu diantaranya adalah : Akagi
(merupakan kapal induk terbesar)
Zuiho
Zuikaku, Soryu, Hiryu, Chiyoda
Namun dalam perjalanannya selama perang Pasifik, Jepang kehabisan seluruh armadanya. Terlebih-lebih dalam pertempuran di Midway dan Leyte yang merupakan pertempuran laut antar kapal induk.
Akagi, Kapal Induk Jepang di masa PD II
Negara-negara pengguna kapal induk
1. Amerika Serikat
2. Rusia
3. Perancis
4. Inggris
5. China
6. India
7. Italia
8. Spanyol
9. Brasil
10. Thailand
Negara-negara yang pernah menggunakan kapal induk
1. Jepang
2. Australia
3. Belanda
4. Argentina
Jenis-jenis kapal induk
Dari segi propulsi
Dari segi bahan bakar terdapat dua jenis kapal induk yakni:
Kapal Induk Nuklir
Kapal Induk ini menggunakan mesin
bertenaga nuklir yang diperoleh dari reaktor nuklir yang berada pada
kapal tersebut yang dihubungkan dengan turbin uap. Tenaga uap yang
dihasilkan kapal Induk tersebut selain sebagai penggerak kapal juga
digunakan sebagai suber tenaga listrik serta tenaga uapnya digunakan
sebagai pengatur tekanan pada catapult kapal induk untuk meluncurkan
pesawat.
Untuk Armada Amerika serikat kapal ini diberi kode CVN contoh kapal
induk nuklir adalah USS Ronald Reagan, USS Kitty Hawk, USS Enterprise.Kapal Induk Konvensional
Kapal induk ini menggunakan mesin
bertenaga diesel contohnya adalah 25 de Mayo (Argentina), Giuseppe
Garibaldi (Italia), RTN Chakkri Narruebet (Thailand). Untuk Armada
Amerika Serikat biasanya digunakan kode CV dan pada saat ini jarang
digunakan.
Teknis Peluncuran Pesawat
Kapal Induk Konvensional (CTOL/Conventional Take Off Landing)
Kapal induk jenis ini biasanya berukuran besar karena geladaknya digunakan sebagai tempat pendaratan dan peluncuran pesawat secara convensional (biasa). Dilengkapi dengan catapult untuk meluncurkan pesawat dan kabel arrester (penahan) untuk membantu pendaratan pesawat, karena panjang geladak kapal induk lebih pendek daripada panjang landasan di pangkalan.
Kapal induk jenis ini biasanya berukuran besar karena geladaknya digunakan sebagai tempat pendaratan dan peluncuran pesawat secara convensional (biasa). Dilengkapi dengan catapult untuk meluncurkan pesawat dan kabel arrester (penahan) untuk membantu pendaratan pesawat, karena panjang geladak kapal induk lebih pendek daripada panjang landasan di pangkalan.
Selain tempat parkir pesawat selain
ruangan yang berarda pada lambung kapal. Kapal Kapal Induk yang
digunakan US Navy rata rata adalah kapal induk jenis ini. Contoh : USS
Ronald Reagan
USS John F Kennedy
Kiev(Rusia)
25 de Mayo (Argentina), Foch dan Charles de Gaulle (Perancis)
Kapal Induk STOVL (Short Take Off Vertikal Landing)
Kapal induk ini biasanya berukuran sedang/ringan, memiliki Sky Jump yang digunakan untuk meluncurkan pesawat dan pendaratan pesawat dilakukan secara vertikal.
Oleh karena itu pesawat pesawat yang digunakan adalah pesawat pesawat tempur jenis khusus semacam AV-8 Harrier (USA) , Harrier II Plus (Inggris), Yak 38 Forger, Yak 141 Freehand (Rusia) ataupun Helikopter. Pada pesawat tempur Rusia biasanya dilengkapi laser untuk memudahkan pendaratan.
Hampir kebanyakan negara menggunakan kapal Induk Jenis ini karena memerlukan biaya perawatan dan operasional yang lebih rendah daripada kapal induk jenis CTOL. Contoh dari Kapal Induk Jenis ini adalah: HMS Invincible, HMS Ark Royal (Inggris), Giuseppe Garibaldi (Italia), Prince de Asturias (Spanyol), Viraat, Vikrant (India), Novorossysk (Rusia), Chakri Narruebet (Thailand), USS Tarrawa (USMC.)
(eoc)
Post a Comment
Post a Comment